Sungguh, Kepergian Yang Dicemburui!
Baru saja akan beristirahat semalam, setelah seharian bantu-bantu menjamu tamu dirumah mertua, Hp berdering. Panggilan masuk dari Abah Khairil Baits untuk datang membantu Ustadz Shahibul Anwar membawa Ibu Endah, istri beliau ke Rumah sakit.
Efek setengah sadar, Saya masih tidak begitu paham dengan arahan beliau, tetapi istri saya yang rupanya sudah lebih dulu dapat kabar bahwa Ibu Endah Sakit langsung sigap mengambilkan jaket saya memberi aba-aba untuk segera berangkat.
Saya diamanahkan untuk mengemudi mobil ust Shaihibul Anwar menuju Rumah sakit. Ust Anwar duduk di barisan tengah mobil menghadap kebelakang memangku kepala sang istri yang sedari tadi sudah tidak sadarkan diri. Dibarisan paling belakang ketiga putri beiau ikut menemani ibunda mereka terkasih dalam detik-detik yang amat sangat bermakna.
Untuk memudahkan mobilisasi, kami berikhtiar agar Ibu bisa dibawa ke Rumah sakit menggunakan Ambulan Pesantren. Saya meminta tolong Ustadz Hanif selaku penanngung Jawab Mobilitas Ambulan untuk mengantarkan ambulan dengan kadar paling segera.
Saya membawa mobil menuju gerbang pesantren untuk kemudian ibu dipindahkan ke ambulan. Sesampainya digerbang pesantren, saya menoleh kebelakang untuk menunggu aba-aba dari ustadz, sesaat hening lalu dengan penuh ketegaran ustadz menyampaikan isyarat akan sebuah takdir berat yang akan beliau hadapi, tetapi tetap berikhtiar untuk membawa ibu ke Rumah Sakit terdekat. Sebuah isyarat yang baru bisa saya pahami belakangan.
Ibu Endah dipindah ke ambulan. Sesaat sebelum ambulan bergerak, Ustadz memberi perintah putri-putri mereka untuk turun dari mobil dan tidak perlu mengantarkan sang ibunda ke Rumah sakit. Beliau mencium kening mereka satu persatu, lagi-lagi dengan penuh ketegaran dan airmata yang berupaya ditahan sembari meminta mereka untuk melangitkan doa-doa. Lalu sesaat kemudian tangisan mereka pecah yang akan membuat pilu hati siapapun yang mendengarnya tidak terkecuali saya.
Mobil ambulan bergerak menuju rumah sakit, saya mengikuti dari belakang atas perintah ustadz. Sesampainya di rumah sakit,kami dilayani dengan sigap. Ibu langsung dimasukkan ke IGD ditemani oleh sang suami yang tegar mendampingi. Saya dan dua orang teman menunggu di Koridor IGD dengan doa-doa yang tidak putus.
ÖÖ..
Belasan menit berlalu, saya dan kedua teman yang turut menemani masih diruang tunggu menanti kabar terbaru ataupun aba-aba dari ustadz tentang apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Sesaat kemudian pintu IGD terbuka, ustadz Anwar keluar dengan wajah yang merah dan basah oleh airmata namun masih terbalut keikhlasan dan ketabahan. Kami bediri menyambut beliau. Ustadz datang memeluk saya sembari mengumpulkan kekuatan untuk menyampaikan kabar duka akan kepergian istri beliau.
ìIbu sudah gak ada. mohon doanyaÖ Antum Kembali deluan kekampus untuk mengkondisikan keadaan, saya ingin prosesnya dipecepat, jika memungkinkan ibu dikebumikan malam ini. Saya minta tolong untuk menghubungi salah satu ustadzah agar kerumah saya menenangkan anak-anak sayaî.
Kurang lebih seperti itu perintah beliau dengan nada suara terdengar berat yang membuat saya turut menarik nafas Panjang karena larut dalam keadaan. Segera tersadar akan pesan beliau, Saya lalu menyampaikan kabar dan Amanah kepada para jamaah melalui pesan WAG dan tidak lupa menghubungi Ustadzah Reni untuk menyampaikan kabar dan amanat dari beliau untuk menenangkan putra-putri beliau dirumah.
Dalam perjalanan pulang, saya masih mencerna apa yang sedang terjadi dalam waktu yang sesingkat ini. Sungguh Takdir Allah tidak pernah bisa ditebak bahkan apa yang akan terjadi satu detik kemudian, kita manusia hanya mencoba berikhtiar sampai batas yang kita mampu, pada akhirnya Allah akan menuntun kita kepada takdirNya. Tidak luput dalam pikiran saya, bahwasanya beliau akan melaksanakan pernikahan putrinya beberapa hari yang akan datang. Sungguh ujian yang sangat berat, semoga orang-orang terkasih diberi ketabahan dan kekuatan untuk melaluinya. Innaa lillahi wa inna ilaihi raajiuun.
Semua orang merasa kehilangan. Dikalangan ummahat Ibu dikenal penyayang, ramah dan sangat mengayomi. Ibu pergi dihari yang fitri,saat jiwa-jiwa sedang Kembali suci dan bersih. Ibu pergi Setelah melaksanakan ibadah siyam dan qiyam Rhamadhan satu bulan lamanya, Allah beri ibu kesempatan untuk menjalankan ibadah umrah dan Iítikah di 10 malam terakhirnya, disempurnakan dengan shalat ied, maaf-maafan dan silaturrahmi yang tidak pernah disangka akan menjadi pertemuan terakhir . Lalu malamnya ibu Kembali ke pangkuan ilahi. Sungguh kepergian yang dicemburui. Rahimallah Rahmatan Waasiíah.
Dalam waktu yang singkat ini banyak sekali pelajaran yang saya dapat utamanya tentang takdir. Hal lain yang mencuri perhatian saya adalah bagaimana ustadz Shahibul Anwar bersikap saat dalam keadaan paling genting dimana beliau menghadapinya dengan tegar dan penuh keteladanan. Maa syaa Allah.
Ditulis oleh: Ust. Rasyfiuddin (Dosen STIE Hidayatullah Depok)
